Merampas Kehidupan Masyarakat, KIARA berharap pemerintah hentikan RCEP


 Indonesia saat ini tengah dipercaya menjadi tuan rumah perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) ke-25 yang berlangsung di Nusa Dua, Bali pada tanggal 19-28 Februari 2019.
RCEP adalah bentuk kerjasama ekonomi dan perdagangan di kawasan ASEAN dengan enam Negara mitra ekonominya, yakni China, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, dan New Zealand.
RCEP nantinya diarahkan agar menjadi pasar perdagangan bebas terbesar di dunia. Isu yang dirundingkan dalam RCEP tidak hanya mencakup perdagangan barang dan jasa, tetapi juga mencakup perlindungan investasi dan mekanisme penyelesaian sengketanya, E-Commerce, Government Procurement, perlindungan hak kekayaan intelektual.
Di dalam sektor perikanan, RCEP mendorong liberalisasi jasa perikanan tangkap, di mana negera-negara yang terlibat dalam RCEP akan melakukan penangkapan ikan di perairan Indonesia.
Hal ini tentu saja akan berdampak terhadap eksploitasi sumber daya perikanan Indonesia. Pada saat yang sama, jutaan nelayan tradisional di Indonesia yang tergantung kepada sumber daya perikanan harus bersaing dengan kapal-kapal besar penangkap ikan negara-negara pihak RCEP.
“Perundingan RCEP tidak akan memberikan dampak baik sedikitpun bagi kehidupan delapan juta orang nelayan tradisional di Indonesia. Sebaliknya, ini merupakan ancaman yang sangat serius bagi kedaulatan masyarakat,” tegas Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati.
Selain akan meliberalisasi jasa perikanan tangkap, RCEP juga akan memuluskan investasi di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, khususnya sektor pariwisata bahari.
Pemerintah Indonesia saat ini tengah menggenjot investasi di bidang pariwisata dengan nama Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di 10 kawasan, di mana tujuh dari kawasan itu berada di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, yaitu Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Kuta Mandalika, Labuan Bajo, Morotai, Wakatobi, dan Kepulauan Seribu.
Pemerintah Indonesia menempatkan sektor pariwisata sebagai bagian penting dalam pertumbuhan ekonomi, dengan target pada akhir 2019 nanti bisa mendapatkan devisa sebesar Rp. 280 triliun.
Proyek ini karena terbukti merampas ruang hidup masyarakat pesisir. Di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, sebanyak 312 keluarga berkonflik dengan sebuah perusahaan pariwisata dan terancam dikriminalisasi.
Di Mandalika, NTB, lebih dari 300 keluarga nelayan diusir dari kawasan pesisir dan kehilangan wilayah tangkapan. Sementara itu,  di Labuan Bajo lebih dari 1.700 keluarga nelayan kehilangan ruang tangkapan.
Fakta-fakta ini akan terus terjadi pada tempat lain di Indonesia, yang akan dijadikan kawasan pariwisata.
“Melalui RCEP, investasi pariwisata semakin diperkuat. Untuk kepentingan pemerintah akan banyak melakukan deregulasi guna menyesuaikan dengan kepentingan investasi. Dalam hal ini, masyarakat pesisir tetap akan menjadi korban,” lanjutnya.
Labih jauh, Susan meminta pemerintah untuk tidak melanjutkan perundingan RCEP karena tidak akan memberikan apa-apa bagi masyarakat pesisir di Indonesia.
“KIARA meminta Pemerintah Indonesia untuk menghentikan perundingan RCEP karena tak memiliki dampak baik bagi kehidupan masyarakat pesisir,” pungkasnya.

No comments:

Post a Comment

Kabar Poros Maritim Dunia

LAPORAN  OECD 2016 memproyeksikan bahwa ekonomi maritim dunia akan berkembang dua kali lipat (USD 3 triliun) pada 2030. Proyeksi ini mengg...